SENI
CELEMPUNGAN
Purwakarta
Seni Celempungan merupakan salah satu
peninggalan/warisan budaya nenek moyang Sunda di daerah Purwakarta. Kesenian
ini berhubungan dengan latar belakang mata pencaharian orang Sunda jaman dahulu
di daerah Purwakarta yaitu berladang (Ngahuma).
Asal-muasal istilah seni Celempungan Berasal dari
kata Celempung yang berarti alat musik atau waditra yang terbuat dari seruas
bambu yang memakai 2 tali hinis yang merupakan senarnya, pada bagian tengahnya
diberi lubang yang merupakan lubang suara, batang bambu yang diberikan lubang
itu merupakan resonatornya. Alat musik atau waditra ini apabila dipukul akan
mengeluarkan suara yang mirip seperti suara kendang.
Dalam perkembangannya bahan yang dipakai untuk
membuat celempungan ini terbuat dari sepotong kayu kering yang berlubang
seperti ruas bambu, dalam bahasa Sunda disebut Parungpung. Pada dawainya
memakai kawat atau senar dan bagian tengahnya diberi lubang yang berfungsi
sebagai Resonator.
Pada abad ke-19, seni celempungan ini dirubah
bentuk alat musiknya atau waditra celempungan dan dikolaborasikan dengan
waditra lainnya seperti piul, kecapi, keprok, goong buyung, sehingga melahirkan
sebuah bentuk orkestra kecil. Pada umumnya seni Celempungan ini digelar
(dipertontonkan) dalam acara hajatan (kenduri) dan upacara-upacara syukuran
setelah panen padi, misalnya panen padi disawah atau panen padi di ladang, dan
juga dalam acara hajatan sunatan (khitanan),kawinan,dan syukuran menyambut
kedatangan seorang bayi ke alam dunia (lahiran).
Dalam pagelaran celempungan diawali dengan
persembahan lagu “Béndrong” (Ngabéndrong), karna pada awal pagelaran
Celempungan disajikan lagu “Béndrong” yang dirangkaikan dengan ngarajah yaitu
permohonan ijin kepada karuhun (nenek moyang) lagu yang biasa dinyanyikan yaitu
“Kembang Gadung” dan “Kidung”. Setelah itu celempungan ini menyajikan beberapa
lagu seperti Wadah Seupaheun, Oyong-oyong bangkong, Dermayonan, dan Kulu-kulu
Barang. Dalam perkembangannya sekarang sering juga memainkan lagu-lagu yang
lumrah dalam Jaipongan seperti Serat Salira, Bulan Sapasi, Goyang Karawang, dan
juga para penonton sering ikut menari sepaerti halnya dalam seni bajidoran.
Pada saat ini sudah terlihat usaha masyarakat untuk
mengembangkan seni celempungan, terlihat dari beberapa inovasi contohnya di
desa Cibeber Kecamatan Kiarapedes, Seni Celempungan dipakai untuk mengiringi
seni beladiri Pencak silat dan menambahakan alat musik atau waditra terompet
(tarompét) seperti dalam kendang penca.